Tumpukan komik pornografis di salah satu toko buku di Jepang. Benarkah, komik pornografi hanya bisa dibeli oleh mereka yang berusia di atas 18 tahun, atau jangan-jangan tidak seperti itu?
Sebuah pertarungan telah memuncak antara kalangan industri manga – yang biasanya adem ayem – dengan gubernur Tokyo yang konservatif mengenai sebuah peraturan daerah (perda) yang akan memberikan kekuasaan bagi Pemerintah Daerah Tokyo untuk membatasi penjualan buku komik yang mengandung "konten ekstrim", terutama mengenai seks.
Kontroversi semakin menjadi-jadi sampai Perdana Menteri Naoto Kan mencoba melerai perselisihan ini, antara industri yang menopang sebagian besar ekspor kebudayaan Jepang ke luar negeri, dan pemerintah daerah Tokyo. Sejumlah mangaka (komikus) dan penerbit telah menyatakan akan memboikot acara Tokyo International Anime Fair pada bulan Maret 2011 mendatang.
Di Tokyo, DPRD telah menyetujui regulasi lebih ketat terhadap penjualan komik dengan konten dewasa. Hal ini dianggap mampu membahayakan penjualan komik di Jepang. Setelah sektor ekonomi secara umum mulai meredup, kini yang bisa diandalkan adalah kebudayaan anime yang masih berpotensi berkembang.
Siapa yang tidak tahu komik Jepang? Berbagai macam karakter: mulai dari Doraemon, manusia robot, mahou shoujo, dan berbagai macam tema lain, tentu tidak asing lagi bagi kita di Indonesia.
“Mengarahkan semangat anak muda itu perlu. Tetapi, juga penting untuk mengenalkan anime Jepang kepada dunia." Dalam laman pribadinya, Perdana Menteri Jepang Naoto Kan menegaskan, "Saya ingin orang-orang melakukan langkah nyata, agar Tokyo tidak perlu mengurungkan diri sebagai tuan rumah penyelenggara International Anime Fair."
Hari Rabu lalu (15/12), DPRD Tokyo mengesahkan perda yang akan membatasi konten yang dianggap berbahaya, seperti pemerkosaan, kejahatan seksual, inses, dan "gambar lain yang tidak patut secara moral". Setelah perda ini disahkan, pemda Tokyo berhak melarang komik, bagaimana dan di mana mereka dapat dijual.
Sebuah grup yang terdiri dari 10 penerbit utama Jepang, termasuk di dalamnya Kodansha, Shueisha, dan Kadokawa, menyatakan akan memboikot konvensi anime ini, yang pada 2010 berhasil menarik lebih dari 100 ribu pengunjung. Gubernur Shintaro Ishihara dianggap tidak berdiskusi dengan mereka saat melakukan penyusunan perda ini.
“Tindakan itu seperti setan, mengesahkan kebijakan tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengan kami," menurut grup tersebut.
Pada umumnya, sebagian besar manga di Jepang tidak mengandung unsur pornografi. Lihatlah Dragon Ball, Naruto, dan Sailor Moon yang dibaca oleh semua umur.
Orang di luar Jepang akan terkaget-kaget, saat melihat seseorang dengan santai membaca komik dengan konten pornografi di dalam kereta. Banyak di antara komik tersebut yang menampilkan gambar vulgar, tanpa sensor, dan hanya dilabeli "khusus dewasa" saja.
Menurut pemda Tokyo, setiap bulan ada sekitar 80% dari 120-130 judul yang dirilis setiap bulan, mereka temui mengandung unsur pornografi namun tidak diberikan keterangan yang sesuai. Dengan keluarnya perda baru ini, sepertinya akan semakin banyak komik yang terjaring razia ini.
Jadi, seperti apa hal ini akan berlanjut? Apakah benar hal ini mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi para penerbit dan komikus di Jepang?
Sumber: kaori newsline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar